posted by denny on May 17, 2017

Masih banyak Puskesmas yang mengalami kendala dalam pengelolaan keuangan BLUD. Salah satunya adalah Puskesmas Buahdua Kab. Sumedang yang hadir di Pelatihan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD Puskesmas bersama Syncore. 

Kendala yang dihadapi oleh puskesmas buahdua, diantaranya adalah sumber daya manusia yang tidak mumpuni, aset, payung hukum yang belum ada karena masih dalam penyusunan. Sebenarnya, puskesmas buahdua sudah melakukan dua kali pelatihan. Pelatihan yang pertama bersama kementrian kesehatan membahas mengenai unit cost. Pelatihan yang kedua bersama BPKP Jawa Barat tentang pembuatan tata kelola dan strategi bisnis. Dan pada pelatihan itu puskesmas kabupaten Sumedang dibapaksa untuk menjadi BLUD.

Bendahara BLUD yang merangkap menjadi bendahara penerimaan dan pengeluaran memaparkan kendala yang dihadapi, diantaranya : bendahara belum pernah mengikuti pelatihan BLUD tetapi harus membuat RBA, diberi aplikasi tetapi tidak diberikan cara pengoperasiannya dan seluk beluknya, beberapa pertemuan yang pernah dilakukan tidak banyak berpengaruh karena belum pahamnya terhadap apa yang disampaikan, keteteran saat membuat SPJ, dan sampai saat ini RBA puskesmas buahdua sudah jadi tetapi mencontoh puskesmas lain karena yang membuat RBA dan RKA adalah bendahara.

Staf bendahara berharap dengan mengikuti pelatihan ini, beliau dapat mengerti dan memahami mengenai pola pengelolaan keuangan puskesmas. Dan bisa membantu lebih banyak di puskesmas buahdua. Karena beliau baru beberapa bulan bekerja di puskesmas tersebut. Walaupun baru, beliau memiliki keunggulan karena berlatar belakang akuntansi yang akan lebih mudah mengerti mengenai pelatihan ini.

Timbul pertanyaan dari bendahara puskesmas menganai : bagaimana pejabat teknis seharusnya membantu BLUD? Dan apa tanggungjawab dari pejabat pengelola keuangan?

Bapak Rudy menjelaskan mengenai alasan puskesmas dan Rumah Sakit dibapaksa menjadi BLUD. Salah satunya karena BPJS diberikan kebijakan mentransfer langsung dananya ke puskesmas. Keuangan dibagi menjadi 2, yaitu : keuangan negara dan keuangan privat. BPJS termasuk keuangan negara dan harus tunduk pada UUD negara termasuk dalam penggunaan harus ada dalam APN atau APBD. Jadi setiap keuangan negara harus mengikuti siklus pengelolaan negara kecuali BLUD. BLUD diibaratkan seperti ambulance, yaitu diberikan fleksibilitas. Muncul perpres dan permenkes tentang penggunaan dana kapitasi seperti layaknya BLUD.

Kenapa menjadi BLUD? Karena alasan keamanan. Belum ada pengelola BLUD yang masuk tindak pidana korupsi. Beliau memaparkan bahwa pegawai yang menangani masalah BLUD belum ada yang terkena pidana korupsi karena keamanan dari BLUD itu sendiri. BLUD bisa meminjam terlebih dahulu baru diproses. Menurut Bapak Rudy, suatu hal yang baik jika puskesmas buahdua Sumedang dibapaksa untuk menjadi BLUD karena alasan keamanan.

Akreditasi atau BLUD terlebih dahulu? Jawabannya adalah BLUD terlebih dahulu karena mudah mempelajari dan fleksible. Sedangkan akreditasi tidak semudah BLUD. Bapak Rudy menjelaskan dengan sebuah ilustrasi. “Lebih dahulu mana mengendarai mobil sampai lancar atau membuat SIM?” Sebaiknya membuat SIM terlebih dahulu. Agar saat berlatih mengendarai mobil terjadi kecelakaan tidak menjadi 2 kesalahan. Karena dia menabrak dan karena dia tidak memiliki SIM, kerugiannya (kesulitan) akan 2 kali lipat. Sama seperti itu, BLUD terlebih dahulu setelah sudah berjalan baik, baru diakreditasi. Awalnya pasti akan terasa sulit. Tapi semakin lama akan semakin mudah jika memahami dasar BLUD dan dapat menerapkannya.

Bapak Rudy menuturkan bahwa BLUD merubapakan makhluk yang hidup di 2 alam, yaitu sebagai UPTD dan SKPD yang diberi fleksibilitas. Perbedaannya hanya saat membuat RBA dan RKA, selebihnya sama seperti sebelumnya. Beliau juga memberi pernyataan bahwa fokus atau tolak ukur puskesmas adalah peningkatan pelayanan. Pada awal akan menjadi BLUD, pimpinan BLUD diberikan dokumen kesanggupan meningkatkan pelayanan. Karena yang diuji BLUD bukan dokumen tetapi pejabat BLUDnya. Nilai BLUD puskesmas buahdua Sumedang sudah 80%, yang berarti BLUD penuh

Bapak Rudy menjelaskan tentang perbedaan pencairan dana BLUD dan sebelum BLUD. Dan disinilah fleksibilitas BLUD terlihat. Karena pada BLUD dapat menggunakan dana terlebih dahulu baru memprosesnya. Kuncinya satu, setiap dana yang dibapakai harus ada di RBA. Yang tidak boleh dilanggar di BLUD adalah jangan mengeluarkan dana yang tidak ada di RBA. RKA hanya belanja pegawai, belanja barang jasa dan belanja modal. Jangan sampai angka lebih dari RKA + ambang batas 10%

Peserta menjelaskan tentang kebingungan yang dihadapi. Pasalnya, puskesmas sudah membuat 2, yaitu yang BLUD dan yang sebelum BLUD. Tetapi saat melaporan triwulan ke DPKAD, tetapi salah. Pihak DPKAD menyalahkan pada neraca, tetapi saat Ibu Wawang menanyakan neraca yang mana yang salah, tetapi dari pihak dinas tidak paham dimana tepatnya kesalahannya.

Narasumber memaparkan bahwa RBA dirubah saat RKA juga dirubah. Karena pada dasarnya angka RBA sama dengan RKA. Penilaian akan aman saat diaudit hasilnya adalah wajar tanpa pengecualian. Beliau menjelaskan mengenai ambang batas 10% yang sebenarnya tidak ada ketentuan. Jawabannya jika ambang batas lebih dari 10%, yaitu mengenai silfa. Silfa boleh digunakan sebesar RBA tahun lalu. Seharusnya ada peraturan bupati tentang penggunaan silfa. Karena semakin tahun, silfa akan semakin besar. Mekanisme hutang bisa dibapakai dengan menggunkan dulu baru mengganti. Satu – satunya yang boleh berhutang adalah BLUD.

Pertanyaan yang disampaikan peserta berikutnya,“kami menyerahkan SPTJ dilakukan triwulan. Kemarin belum ada tanda tangan PPKD. Mungkin karena ada yang belum benar. Bagaimana menurut Babapak?” Dengan tegas Bapak Rudy menjawab “harus ada tanda tangan PPKD kalau tidak nanti saat diaudit akan kena. Dan yang akan menyimpan SPTJ atau dokumen adalah puskesmas. Objek audit adalah laporan keuangannya. Laporan BLUD adalah laporan SAK. Laporannya diaudit tahun ke-3 perjanjian tidak tertulis”.

Kepala puskesmas menanyakan mengenai penyusunan SOPnya sama atau berbeda? Bapak Rudy langsung menjawab seharusnya sama, karena satu kabupaten dan peraturan bupati. Walaupun ada beberapa yang berbeda tergantung puskesmas daerahnya.

Bapak Rudy menjelaskan tentang pola tata kelola,yaitu peraturan bupati yang berisi tentang pasal-pasal (PERBUP). Peraturan mengenai format – format, seperti RBA 3 BAB atau 5 BAB, format laporan SKA. PERBUP sangat cocok sebagai payung hukum. Pengaturan barang dan jasa adalah bukan membuat peraturan baru tetapi membuat pengecualian. PERDA mengatur tupoksi pukesmas, kalau tarif cukup menggunakan peraturan bupati. Tantangan terbesar BLUD adalah manajemen puskesmas dituntut untuk berfikir enterpreanur.

Narasumber menjelaskan tentang struktur organisai BLUD beserta beberapa tugasnya sekaligus menjawab pertanyaan dari bendahara puskesmas :

1)Pemimpin BLUD tugasnya :

  • Membuat RSB
  • Menyiapkan RBA tahunan
  • Mengusulkan calon pejabat keuangan dan teknis dengan ketentuan yang berlaku
  • Menyampaikan pertanggungjawaban

2)Pejabat keuangan tugasnya :

  • Mengkoordinasikan penyusunan RBA
  • Menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU

3)Pejabat teknis :

  • Menyusun perencanaan kegiatan teknis
  • Melaksanakan kegiatan teknis sesuai RBA
  • Mempertanggungjawabkan kinerja operasional

Bapak Rudy menjelaskan mengenai aplikasi dengan memberi tahu tentang aplikasi yang ada di Syncore demo.blud.co.id. Beliau juga memberikan timetable untuk BLUD. RBA maksimal disahkan pada 31 Desember. Beliau juga menjelaskan mengenai program RBA agar peserta lebih memahami tentang program yang ada di dalamnya, seperti program utama, program pendukung, dan program pengembangan. Karema banyak orang yang sulit untuk memetakan 3 program ini.

Narasumber menjelaskan skema penyusunan program RBA. Bahan utama RSB adalah orang bisa bicara tentang GAP. Di RSB bagaimana menemukan peluang dengan kekuatan yang ada. Puskesmas mempunyai peluang untuk dapat lompatan yang luar biasa, oleh karena itu dijadikan BLUD. Di setiap tempat pasti ada masalah. Bapak Rudy menceritakan tentang desa terpencil yang ada di Bantul, desa yang mayoritas penduduknya orang miskin yang letaknya terpencil. Tetapi dari desa yang terpencil itu, mereka dapat melayani seluruh warganya dengan baik karena penggunaan aplikasi yang sudah dapt diimplementasikan dan sistem tersebut sudah terintegrasi. Oleh karena itu, desa terpencil itu banyak dikunjungi dari kemendagri dan dijadikan objek studi banding. Karena dari sesuatu yang biasa menjadi luar biasa tergantung perspektifnya.

Bapak rudy menjelaskan mengenai struktur biaya BLU ynag terbagi menjadi 3, yaitu : biaya pelayanan,biaya umum & administrasi, biaya non-operasional. Harapannya, puskesmas buahdua kabupaten sumedang dapat mengelompokan ke 3 jenis biaya karena ada staf yang mumpuni karena latar belakang akuntansi. Beliau menjelaskan mengenai konsolidasi biaya versus belanja.

Beliau menunjukkan flowchart mengenai penetapan RBA menjadi DPA. Tidak lupa beliau menjelaskan mengenai 11 muatan yang ada di RBA dan isi dari RBA. Bapak rudy menanyakan kendala apa atau adakah pertanyaan mengenai RBA kepada peserta pelatihan. Beberapa pertanyaan menegnai kasus yang ada di lapangan sudah dilontarkan. Dijawab dengan baik oleh narasumber dengan melihat latar belakang puskesmas.Setelah penyusunan RBA, Bapak Rudy masuk ke pembahasan tata kelola. Sistematika pengelolaan keuangan. Tata usaha di RS tidak diPERGUBkan karena levelnya adalah SOP. Kalau puskesmas, diPERGUBkan agar di seluruh daerah formatnya atau pemahamannya sama. Harapannya tentang sistematika pengelolaan keuangan dapat dipahami dan dilaksanakan agar dapat berjalan lebih baik. Beliau menambahkan untuk standarnya, uang kas itu tidak boleh dipegang 1x24 jam.

Peserta memberikan pendapat tentang standar uang kas dipegang. Beliau menjelaskan, bahwa karena pendapatan puskesmas cukup rendah jadi penyetoran uang dilakukan setelah minimal nominal mencapai Rp 100.000,- atau paling lama dalam seminggu. Bapak Rudy langsung menambahkan bahwa surat tanda setoran (STS) per minggu saja karena pendapatan yang tidak besar. Membuat SPTJ menggantikan bukti keluar masuk uang. Dan dokumen asli harus selalu ada di puskesmas. Karena nanti pasti akan ditanyakan oleh audit. Jika RBA sudah dibuat, maka SPTJ tinggal pengaplikasiannya dan pertanggungjawaban saja.

BLUD harus ada SPI (harus ada orang yg bukan dari keuangan dan kepala SPI). Tugasnya adalah meneliti aspek keuangan, aspek kinerja dan aspek kepatuhan. Tugas SPI adalah menemukan temuan sebelum ditemukan audit.

Tulis Komentar